10.14.2008

Berlayar ke negri tapis



Melabuhkan rindu bertuan dengan keranuman getir ketakutan kalau ramadhan tak lagi singgah di depan rumah, apalagi lebaran yang senyap. rumah kini sudah berbeda nuansa tak lagi penuh dengan kehangatan yang meraja, mungkin sudah sedari lama demikian. memang tak ckup mentarbiahkan diri ke daerah sebrang hanya untuk sebuah ketakutan kekurangan ilmu dan penghasilan. tapi jauh lebih terasa dekat.

Minggu lalu aku pulang kampungku. dengan kepayahan ataupun dengan kemudahan sekalipun kepulangan masih seperti bulir cahaya rona di pagi hari yang mengantongi berribu buit embun pemecah malam yang gelap menghanyutkan.

Sesampai di rumah kemarin pada H -5. sambutan senyum sedih serta kebanggaan membaluri wajah keriput dengan tubuh yang kian kisut dimakan usia dunia ini. ummi datang setengah berlari mengejar arah pegangan pintu samping. aku mengendong buntalan hadiah kecil dan ringan di tas ransel hitam yang lumayan besar, maklum aku tak suka kerepotan, jadi hanya membawa satu tas saja sudah cukup untuk selurh muatan.

ternyata benar ramadhan kali ini tak tertuai dengan mesra dan apik mungkin lampung tak bertapis lagi. tapi tetap ku nyalakan api kerinduan disela pertemuan pertama kembali dengan Acak, atung dan mami dan si imut salsa. baru tiba di suguhi dengan aorma rumah yang khas dengan hijau. lalu ya kembali ke rutinitas

sepajang jalan menuju rumah terus kubayangi berapa panjang kesedihan yang akan di esaikan untuk sebuah karangan kehidupan. coba aku ceritakan kemesraan tapi tetap saja mereka menyakan prihal musibah yang kualami di daerah sebrang pandang. sebetulnya jakarta Lampung tak seberapa jauh dari pandangan apalagi dari jangakauan hati taklebih hanya sekitar 12 jam perjalanan, bisa melawatkan tubuh di beranda yang sejuhk di bawah pohon nagka di samping rumah, sayang sekali kemarin nagke tak lagi matang sampai akhirnya harus kembali pulang. pisang khas di belakang rumah. hanya melambai-lambai saja tak mengizin kan aku untuk mecicipi dalam isi kulitnya, sampai dengan kusisahkan kangen untuk mengecup manisnya ditenggorokkan hingga ku sampai kebali kejakarta


siger-siger canggot haka bu hakam
sembah jamo sebatin, sino gawai adat sikam
........................
lelagun yang khas, tapi tetap saja tak terasa, suku jawa lampung di daerah rumahku seperti minyak dan air. karena bergrumbul anatara lampung ya lampung, jawa ya jawa. tapi tempatku itu bekas jajahan , terbagi menjadi devakto-devakto/using-using yang dipisahkan dengan ledeng. sekarang masih tetap sampai ke anak cucuku nanti sepertinya.


Walau perasaanku di kampung sangat berdesakkan dan sesak, tapi tetap nyaman karena bunda ada di pelukkan walau tanpa ayah menemani, lebaran tetap berseri di negri tapis.Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Untuk Yang mau memberikan saran dan kritik serta pemesanan bisa mengisi keterangan di bawah ini silahkan :L